JAKARTA, MAJALAHLACAK.COM – Perkembangan judi dari zaman ke zaman mencerminkan perubahan dalam budaya, teknologi, dan regulasi masyarakat. Dari zaman kuno hingga abad pertengahan, judi sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia dengan permainan seperti dadu dan taruhan pada perkelahian gladiator di Roma kuno. Pada abad ke-17 dan ke-18, kasino pertama mulai muncul di Eropa, diikuti dengan lonjakan popularitas kasino di Amerika Serikat pada abad ke-20.
Termasuk di Indonesia sendiri, judi dari zaman kolonial sampai dengan sekarang terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Mulai dari judi sabung ayam, judi bola, judi mancing, lotre, dan apa pun bentuknya yang sifatnya bisa dikategorikan menggunakan uang atau sejenisnya sebagai taruhan.
Salah satu bentuk perjudian yang tren di Indonesia zaman dulu adalah SDSB, singkatan dari “Sumbangan Dana Sosial Berhadiah,” adalah bentuk perjudian sebagai lotre resmi yang dikelola oleh pemerintah dengan tujuan untuk mengumpulkan dana guna mendukung berbagai kegiatan sosial dan pembangunan. Setelah menimbulkan banyak korban di masyarakat pada akhirnya atas desakan dari para ulama SDSB ini dilarang pemerintah pada waktu itu.
Perkembangan yang lebih mengerikan adalah judi online. Judi online adalah bentuk perjudian yang dilakukan melalui internet, pertaruhan uang yang dikemas dalam berbagai jenis permainan seperti poker, slot, blackjack, dan lain-lain. Judi ini dikemas seperti halnya game online yang merusak mentalitas para pelajar kita.
Judi slot yang sedang ramai diperbincangkan akhir-akhir ini karena ada instruksi presiden untuk menghentikan permainan judi ini, kekhawatiran ini sangat beralasan karena sudah merebak di semua lapisan masyarakat. Dan yang paling di rugikan adalah masyarakat menengah ke bawah yaitu sekitar 80 % dan kalangan pelajar.
Menurut Menkopolhukam terdata sebanyak 4 juta orang di Indonesia menjadi pemain aktif dalam judi slot ini, pemain judi online usia di bawah 10 tahun sekitar 2%, totalnya 80 ribu orang, yang berusia 10-20 tahun ada 11% totalnya 440 ribu pelaku, usia 21-30 tahun 13% totalnya 520 ribu pelaku, usia 31-50 tahun 40% totalnya 1,64 juta pelaku, dan usia di atas 50 tahun 34% totalnya 1,35 juta pelaku.
Sebagaimana game online, judi online akan lebih membuat para pemainnya menjadi lebih candu. Selain menurunkan produktivitas hidup, judi online ini pada umumnya dapat menguras harta para pemainnya dan menimbulkan stress dan memicu tindakan-tindakan kriminal.
Sementara itu, dalam raker dengan Komisi III DPR, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) belum lama ini mengungkapkan, lebih dari seribu anggota legislatif melakukan aktivitas judi daring dengan jumlah transaksi 63.000 kali dan perputaran uang per orang mencapai miliaran rupiah. Dari 63.000 transaksi itu, terdapat 7.000 transaksi yang khusus terkait dengan anggota DPR. Selain data itu, terdapat juga daerah-daerah yang menurut keterangan Menkopolhukam sekaligus Ketua Satgas.
Pemberantasan Perjudian Daring menduduki peringkat tertinggi dalam jumlah warga yang bermain judi daring. Pada level provinsi, Jabar ada di posisi teratas dengan jumlah warga yang bermain 535.644 orang dan nilai transaksi Rp 3,8 triliun. Disusul DKI Jakarta 238.568 orang dengan nilai transaksi Rp 2,3 triliun. Jateng 201.963 orang dengan nilai transaksi Rp 1,3 triliun. Jatim 135.227 orang dengan nilai transaksi Rp 1,05 triliun. Banten 150.302 orang, nilai transaksi Rp 1,02 triliun.
Virus judi daring juga telah merambah sampai ke tingkat kecamatan. Kecamatan paling terpapar adalah Bogor Selatan dengan jumlah pemain 3.720 orang dan nilai transaksi Rp 349 miliar. Disusul Tambora 7.916 orang, dengan nilai transaksi Rp 196 miliar. Cengkareng 14.782 orang, dengan nilai transaksi Rp 176 miliar. Tanjung Priok 9.554 orang, dengan nilai transaksi Rp 139 miliar. Kemayoran 6.080 orang, dengan nilai transaksi Rp 118 miliar. Kalideres 9.825 orang, dengan nilai transaksi Rp 113 miliar. Penjaringan 7.127 orang, dengan nilai transaksi Rp 108 miliar.
Data ini menunjukkan bahwa virus judi daring sudah merambah ke semua lapisan masyarakat, mulai dari rakyat sampai pejabat. Pelaku yang terlibat dalam tindak kejahatan ini tidak lagi memegang etika, moral, dan agama sebagai nilai (value), karena judi merupakan perbuatan tercela dan melanggar norma agama serta norma hukum yang seharusnya mereka hindari.
Melihat masif dan luasnya penyebaran virus judi daring, jika tak segera diatasi akan lebih membahayakan. Virus judi akan membuat mereka mimpi mendapat keuntungan besar tanpa perlu kerja keras, dan ini akan membentuk jiwa pemalas. Belum lagi pengaruh lain, seperti menjadi individualistis, kecanduan karena penasaran, dan nafsu ingin menang yang membuat mereka akan menghalalkan segala cara. Termasuk korupsi untuk modal serta mengabaikan kewajiban sebagai warga negara dan kepala rumah tangga.
Tak cukup hanya menangkap dan memproses pemilik akun judi daring secara hukum, tapi harus pula dilakukan penyitaan terhadap seluruh hasil kejahatan, sarana, serta aset-aset yang terkait dengan perjudian tersebut, termasuk rumah atau gedung tempat mereka menyelenggarakan judi daring, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 39 KUHAP. Semoga, Satgas Pemberantasan Perjudian Daring di bawah pimpinan mantan Panglima TNI ini benar-benar menunjukkan kiprah yang membanggakan.