JAKARTA, MAJALAHLACAK.COM- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tiba-tiba mengumumkan penyidikan kasus dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas ekspor dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) ke sejumlah perusahaan, Selasa (19/3) petang.
Penyampaian itu dilakukan satu hari setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan kasus tersebut kepada Kejaksaan Agung, Senin (18/3).
Berdasarkan Undang-undang KPK, tepatnya di Pasal 50, KPK mempunyai wewenang untuk menangani kasus tersebut. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menuturkan KPK menerima laporan terkait dugaan korupsi tersebut pada 10 Mei 2023. Selanjutnya, penelaahan dilakukan hingga akhirnya KPK melakukan penyelidikan pada Februari 2024.
“Dan pada hari ini tadi, segenap dari (jajaran) penyelidikan, penyidikan, penuntutan di Kedeputian Penindakan telah memaparkan kepada pimpinan, maka pada tanggal 19 Maret 2024 ini KPK meningkatkan proses penyelidikan dari dugaan penyimpangan atau tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas kredit dari LPEI ini menjadi berstatus penyidikan,” ujar Ghufron dalam jumpa pers di Kantornya, Jakarta, Selasa (19/3) petang.
Mengacu pada Pasal 50 Undang-undang (UU) KPK, Ghufron meminta Kejagung untuk menghentikan pengusutan kasus tersebut.
“Berkaitan dengan konsekuensinya apa, nanti bisa dilihat juga di Pasal 50 UU KPK bahwa ketika KPK melakukan penyidikan, maka APH (Aparat Penegak Hukum) lain diharapkan (segera menghentikan),” kata Ghufron membacakan poin Pasal 50 UU KPK.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan pihaknya sudah memegang nama calon tersangka. Hanya saja, kepastian para tersangka akan dibangun dalam proses penyidikan berjalan.
“Calon ada ya, kalau calon ada. Enggak usahlah disebutkan, nanti saja,” kata Alex.
Empat perusahaan, dugaan fraud Rp2,5 triliun
Jaksa Agung ST Burhanuddin sempat membocorkan kronologi kasus dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas kredit LPEI.
Ia menjelaskan kasus tersebut terendus pada tahun 2019 dari hasil pemeriksaan BPKP, Itjen Kemenkeu dan juga Jaksa Agung Muda Bidang Tata Usaha Negara (Jamdatun).
Berdasarkan hasil pemeriksaan, kata dia, terdapat empat perusahaan yang menerima pembiayaan dari LPEI.
Yakni PT RII dengan dugaan fraud sebesar Rp1,8 triliun, PT SMR sebesar Rp216 miliar, PT SRI sebesar Rp1,44 miliar, dan PT PRS sebesar Rp305 miliar.
“Jumlah keseluruhannya adalah sebesar Rp2,505 triliun. Teman-teman itu yang tahap pertama. Nanti ada tahap keduanya,” kata Burhanuddin dalam jumpa pers.
Ia menambahkan jumlah perusahaan yang diduga terlibat berpotensi bertambah. Pasalnya, terang dia, ada enam perusahaan lain yang diduga terlibat fraud dalam kasus pembiayaan ekspor senilai Rp3 triliun.
“Akan ada gelombang kedua yang terdiri dari 6 perusahaan yang terindikasi fraud senilai Rp3 triliun dan Rp85 miliar,” kata dia.
Meskipun begitu, Burhanuddin menyatakan keenam perusahaan tersebut masih dalam proses pemeriksaan oleh BPKP.
Setelah proses pemeriksaan rampung, lanjut dia, berkas laporan keenam perusahaan dimaksud akan diserahkan kepada Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) dalam rangka pemulihan aset.
Oleh karenanya, ia mewanti-wanti agar keenam perusahaan tersebut dapat menindaklanjuti arahan dari BPKP, Itjen Kemenkeu, dan Jamdatun supaya tidak berlanjut kepada proses pidana.
“Tolong segera tindak lanjuti ini daripada perusahaan ini nanti kami tindak lanjuti secara pidana,” tegas Burhanuddin.